WISATA, Infokubar.id – Tabuh suara beberapa gendang besar yang diberi nama Tuvung saling bersahutan, terdengar nyaring dan kadang sayup-sayup. Sementara itu, masyarakat telah menyiapkan pakaian adat serta perlengkapan Hudoq, seperti beberapa lembar daun pisang atau pinang yang dililitkan diseluruh tubuh, Sunuk (sejenis rompi), Mandau (senjata tradisional Dayak) dan yang paling utama adalah topeng Hudoq.
Di tengah teriknya sinar matahari siang itu tak menyurutkan antusias masyarakat Kampung Kelian Luar, Kecamatan Long Iram, Kabupaten Kutai Barat. Baik laki-laki dan perempuan, anak-anak serta orang tua berkumpul tepat di depan Rumah Adat di mana menjadi tempat pusat kegiatan acara ini. Pemangku dan Kepala Adat pun sibuk dengan berbagai sajian serta sarana sebagai syarat untuk Ritual Adat Hudoq Kawit dan penanda iring-iringan Hudoq akan segera dimulai setelah melewati beberapa rangkaian prosesi adat.
Irama Tuvung yang konstan masih memenuhi pendengaran diiringi suara doa dan mantra berbahasa sastra lokal dari pemimpin ritual memegang beberapa tumbuhan khusus yang diikat menyerupai tongkat. Tumbuhan itu kemudian ditarik dan diulur ke empat arah penjuru mata angin, ditambah sesekali teriakan melengking dari para penari Hudoq yang sudah lengkap dengan kostum serta aksesorinya menambah suasana semakin mistis dan magis.
Menurut keterangan dari Kakek Yohanes Hanyeq, selaku Kepala Adat Kampung Kelian Luar kepada penulis menjelaskan bahwa tujuan dari prosesi Hudoq Kawit sendiri pada saat puncak acara ialah memanggil dewa-dewa Hudoq atau para leluhur yang menguasai empat penjuru bumi. Keempat Dewa itu ialah Dewa Hutan, Dewa Sungai, Dewa Tanah, dan Dewa Langit agar datang membawa berkah ke kampung serta melindungi masyarakat dari hal-hal buruk sehingga dapat memberikan kesejahteraan dalam bentuk padi dan tumbuhan lain yang tumbuh subur dengan hasil panen melimpah.
Setelah beberapa ritual selesai dan sesuai arahan Pemangku Adat maka dimulailah ritual Ngarang yaitu prosesi mengelilingi kampung atau tempat tertentu yang dipimpin oleh para Hudoq dengan tarian khasnya yang identik dengan hentakan kaki di lantai dan gerakan tangan ke paha secara enerjik yang kemudian diikuti oleh masyarakat lengkap dengan menggunakan pakaian adat Dayak Bahau diiringi irama khas gendang besar atau Tuvung, prosesi ini bertujuan untuk membersihkan dan menjaga kampung dari hal-hal buruk.
Hudoq merupakan sarana hubungan antara manusia dengan para dewa yang ada di apo lagaan. Lantaran para dewa tidak mungkin menampakkan wujud nyatanya, maka diciptakanlah topeng-topeng yang menjadi manifestasi para sesembahan itu. Topeng kayu yang biasanya terbuat dari pohon Jelutung ini terdiri dari beberapa jenis topeng, seperti hudoq tenangan, hudoq nagaaq (naga), hudoq bafui (babi), dan hudoq usung manuq (ayam). Selain itu ada juga hudoq huang telivaq, yakni topeng yang berbentuk wajah manusia (Hamdani, On The Other Side of East Kalimantan: Nature, Culture & Creative Economy)
Hari itu merupakan hari puncak dalam rangkaian Ritual Adat Lalii Ugal yang diselenggarakan hampir satu bulan lamanya. Bagi masyarakat adat Suku Dayak Bahau rangkaian acara Ritual Adat Lalii Ugal sangat penting dan sakral yang merupakan warisan leluhur turun temurun hingga sekarang masih dipertahankan. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap tahunnya ketika memasuki masa tanam padi gunung atau ladang dengan harapan padi yang ditanam tumbuh subur serta panen melimpah.
Untuk event adat seperti ini tidak ada tanggal yang pasti di setiap tahunnya kapan berlangsung acaranya, karena waktu pelaksanaan ditentukan oleh para tetua adat serta musyawarah masyarakat kampung menggunakan pertimbangan tertentu. Namun bagi yang ingin menyaksikan langsung acara adat ini bisa datang ke Kutai Barat sekitar bulan Oktober hingga Desember karena pada bulan inilah memasuki masa tanam padi ladang.
Di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur sendiri terdapat sekitar 10 Kampung yang mayoritas masyarakatnya dihuni oleh etnis Dayak Bahau yang rutin menyelenggarakan Ritual Adat Lalii Ugal dan biasanya dilaksanakan secara bergiliran antar kampung, terbagi oleh dua kecamatan yaitu Kecamatan Long Iram dan Kecamatan Tering dan semuanya terletak di pinggir sungai Mahakam. Sayangnya karena pandemi Covid-19, beberapa kampung tidak melaksanakan ritual adat ini. Sementara kampung yang tetap menyelenggarakan pun membatasi aktivitas serta pengunjung.
———————
Artikel ini merupakan kiriman pembaca infoKubar, Muhammad Kadapi