Tersangka Kasus Korupsi BPBD Kubar Masih Wajib Lapor

SENDAWAR, infokubar.id – Kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kutai Barat (Kubar) sebagai tersangka dana bagi hasil dana reboisasi (DBH-DR) tahun 2019 lama tak terdengar kabarnya.

Meskipun JN telah ditetapkan statusnya sebagai tersangka, tapi belum dilakukan penahanan sampai saat ini. Alasannya sederhana, berkaitan dengan kondisi kondisi kesehatan yang belum memungkinkan untuk dilakukan penahanan.

Pada bulan April 2021 lalu, Kejari Kubar telah menetapkan JN dan AD sebagai tersangka pada kegiatan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menelan anggaran senilai Rp 2.061.570.000 atau 2 miliar lebih.

Kejari Kubar menyebut dari total anggaran yang tercantum pada Daftar Penggunaan Anggaran (DPA) tersebut yang benar-benar digunakan hanya sekitar Rp 1 miliar, sedangkan Rp 1 miliar lainnya diduga fiktif.

Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Kubar, Iswan Noor saat ditemui awak media mengaku akan segera merilis perkembangan kasus tersebut. Salah satunya ialah dengan melakukan penahanan terhadap tersangka yang selama ini masih berstatus tahanan luar. 

“Iya dia (tersangka JN) untuk sekarang belum kita tahan, masih sering konseling rutin untuk kesehatannya juga. Berkasnya juga belum lengkap, tapi kita upayakan semoga September ini sudah selesai semua,” sebut Iswan kepada media.

Pihak Kejari Kubar memberikan kelonggaran khusus penahanan dengan pertimbangan kondisi kesehatan salah satu tersangka yang perlu penanganan medis. Selain itu, kedua tersangka juga dianggap cukup kooperatif. Sementara barang bukti seperti dokumen juga sudah disita.

“Kondisinya sih sekarang masih sakit dan selalu harus rutin konseling. Kooperatif saja kok untuk wajib lapornya. Kan kasihan juga kalau kita lakukan upaya paksa, berkas juga belum lengkap. Yah kita tunggu sajalah nanti ya,” imbuh Iswan.

Dugaan kerugian negara diindikasi mencapai 1 miliar lebih. Bentuk kegiatan sosialisasi karhutla tidak dilaksanakan tapi ada surat pertanggungjawabannya, hampir separuhnya fiktif. Sementara pada kegiatan pembuatan dan pemasangan plang hampir semuanya ada.

Akibat perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 2 dan atau Pasal 3 UU RI nomor 31 Tahun 1999, telah diubah atau ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001. Jika terbukti bersalah maka akan dihukum pidana kurungan maksimal 20 tahun penjara, dengan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (tra/man)

Facebook Comments Box
Pasang Iklanmu
Bagikan ke