SENDAWAR, Infokubar.id – Sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) tahun 2022 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kutai Barat (Kubar) diperkirakan mencapai Rp 900 milyar. Namun, angka ini dinilai masih bisa lebih, tergantung hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia.
Namun, hal itu dinilai bukan masalah oleh Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Kubar, Wahyu Firanto Setiono. Keberadaan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) dalam Pengelolaan Keuangan Daerah tidak berarti harus negatif.
Ia menyebut ada kalanya, SILPA atau SiLPA menunjukkan jika Pemerintah Daerah (pemda) bisa melakukan efisiensi anggaran namun dengan target visi dan misi yang tercapai dan terukur.
“SILPA dan/atau SiLPA tidak harus selalu dimaknai negatif, bisa saja SILPA dan/atau SiLPA tinggi merupakan prestasi pemda, sebab mengelola keuangan daerah perlu kehati-hatian. Dengan perubahan regulasi serta program digitalisasi yang sekarang digaungkan oleh Pemerintah Pusat butuh waktu dan adaptasi terhadap implementasi regulasi baru oleh pemangku kebijakan dan birokrat kita,” kata Wahyu baru-baru ini.
Lebih lanjut Wahyu menjelaskan keberadaan SILPA dan/atau SiLPA yang cukup tinggi seperti di Kubar harus dinilai secara objektif dan mendalam.
“Tidak melulu SILPA dan SiLPA itu besar adalah bentuk kegagalan pemerintah, bisa saja malah itu prestasi, bagaimana pemerintah bisa melakukan efisiensi anggaran, bagaimana pemerintah bisa melakukan lelang dengan baik, sehingga harga bisa ditekan dan akhirnya jadi SILPA,” ujarnya.
Ia menerangkan, SILPA di sebuah pemda terjadi karena empat faktor, yakni pendapatan yang melampaui target, efisiensi belanja, tidak tercapainya target belanja, dan kelebihan penerimaan pembayaran.
“Bahkan khusus untuk Kabupaten Kubar berdasarkan hasil kajiannya, SILPA yang ada lebih kepada efisiensi dan prestasi. Sebab pada triwulan IV transfer uang ke kas daerah masuk pada akhir desember,” ujar politisi muda partai berlambang banteng ini.
Namun, ada kalanya bisa dikatakan prestasi karena Pemkab Kubar bisa membuat laporan tepat waktu sebelum transfer dana dan menarik uang ke kas daerah. Juga karena efisiensi karena pemda sangat hati-hati dalam membayar kegiatan di akhir tahun.

“Perlu juga diklarifikasi bahwa jika ada opini yg mengatakan bahwa sisa anggaran dimaksud disetor kembali ke pusat atau mengendap di bank, setau saya tidaklah demikian, karena dana tersebut sudah menjadi hak daerah,” terang Wahyu.
Menurut regulasi SILPA tahun anggaran yang lalu akan dibelanjakan dalam APBD Perubahan di tahun anggaran yang sedang berjalan.
“Sudah menjadi dinamika dalam perhitungan akhir APBD setiap daerah selalu ada sisa lebih atau kurang. Yang sering menjadi sorotan adalah tingkat kewajarannya,” tegasnya.
Wahyu berharap, agar literasi masyarakat terkait dengan anggaran pemda perlu ditingkatkan, sehingga tidak salah paham dengan maksud SILPA yang selalu diidentikkan dengan hal yang negatif.
“Jadi sekali lagi jangan anggap SILPA selalu negatif, justru SILPA besar ada kalanya dihasilkan dari kepiawaian pemda dalam mengelola anggaran,” pungkasnya. (Adv)
Penulis: Fitra Mayca | Editor: Lukman Hakim